Belum lama ini kita merayakan kemerdekaan republik Indonesia, 17 agustus 2009. Upacara hari senin pagi, pengibaran bendera dari pasukan pengibar bendera, menyanyikan lagu Indonesia Raya sambil hormat kepada sang saka merah putih.
Hatiku bergetar, ingin menangis, selalu membayangkan bagaimana perjuangan keras pahlawan-pahlawan Indonesia melawan penjajah; Jepang, Belanda, Inggris, dan Portugal. Banyak hal yang telah mereka korbankan dalam merebut kemerdekaan yang sekarang bisa kita nikmati sekarang ini; keringat, darah, airmata, bahkan nyawa.
Aku bersyukur bisa lahir setelah kemerdekaan. Aku hanya tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi padaku kalau hidup pada masa ‘itu’. Apa aku bisa bertahan? Apa aku akan dijadikan…? Apa aku berkhianat pada tanah air? Apa aku rela mengorbankan nyawa demi meraih kemerdekaan? Aku tidak tau.
Aku pasti sangat bangga jika menjadi salah satu pemuda yang bertekad bulat melawan penjajah, tapi bagaimana bila aku salah satu pengkhianat? Karena setahuku, ada sekelompok orang Indonesia yang berkomplot dengan penjajah dan melawan saudara mereka sendiri. Fiuh… membayangkannya saja membuatku ngeri. Aku tidak mau menjadi bagian dari mereka. Aku ingin berjuang sekuat tenaga melawan penjajah, meski aku perempuan.
Aku cinta Indonesia. Well, meski kedengaran agak lebay. Tapi itulah yang aku rasakan. Dan sekarang mari kita merayakan kemerdekaan yang para pahlawan hadiahkan kepada kita, anak cucu cicit mereka.
Waktu masih kecil, aku merayakannya dengan ikutan lomba makan kerupuk, lomba memasukkan pensil dalam botol, lomba kelereng, ikut bersorak saat para cowok berlomba panjat pinang, membuat umbul-umbul merah putih, dll.
Panjat pinang competition
lomba makan kerupuk
Lomba memasukkan jarum dalam botol
pengibaran bendera
